PERSEKUTUAN PERDATA
A. Hukum Persekutuan
Penguraian bagian persekutuan perdata ini dimulai dengan
menguraikan makna hukum persekutuan terlebih dahulu. Di dalam hukum Inggris
hukum persekutuan dikenal dengan istilah company law. Di dalam hukum
Inggris apa yang dimaksud dengan company law adalah himpunan hukum atau
ilmu hukum mengenai bentuk-bentuk kerjasama baik yang tidak berstatus badan
hukum (partnership) maupun yang berstatus badan hukum (corporation).[10]
Di dalam hukum Belanda, pengertian vennotschapsretchts
lebih sempit, yaitu sekedar terbatas pada NV, firma, dan CV yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan persekutuan perdata yang dianggap sebagai
induknya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata.[11]
Hukum persekutuan merupakan himpunan hukum atau ilmu hukum yang mempelajari
bentuk-bentuk kerjasama. Jika dikaitkan dengan dunia perniagaan, maka ia dapat
disebut sebagai hukum persekutuan perniagaan atau hukum perusahaan sebagai
kerjasama bisnis yang bersifat komersial. Di dalam hukum Inggris disebut dengan
istilah corporation law yang mencakup kerjasama yang bersifat komersial
dan non komersial. Namun demikian, sebenarnya di dalam hukum Inggris tidak ada
pembedaan secara tegas mengenai sifat komersial dan non komersial itu. Jika
perlu mereka menyebutnya sebagai business corporation.[12]
B. Pengertian Persekutuan
Perdata
Persekutuan perdata adalah padanan dan terjemahan dari burgerlijk
maatschap. Di dalam common
law system dikenal dengan istilah partnership. Kemudian di dalam hukum
Islam dikenal dengan istilah sharikah atau shirkah.[13] Persekutuan adalah suatu bentuk dasar bisnis
atau organisasi bisnis.[14]
Persekutuan perdata menurut Pasal 1618 KUHPerdata ada
perjanjian antara dua orang atau lebih mengikat diri untuk memasukkan sesuatu (inbrengen)
ke dalam persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang diperoleh karenanya.
Dari ketentuan Pasal 1618 KUHPerdata tersebut, dapat
ditarik beberapa unsur yang terdapat di dalam persekutuan perdata, yaitu:
1.
adanya suatu perjanjian kerjasama
antara dua orang atau lebih;
2.
masing-masing pihak harus
memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan (inbreng); dan
3.
bermaksud membagi keuntungan
bersama.
Angela Schneeman mendefinisikan partnership
sebagai suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang atau lebih melakukan
kepemilikan bersama suatu bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Partnership
dapat juga diartikan sebagai suatu perjanjian (agreement) diantara dua
orang atau lebih untuk memasukkan uang, tenaga kerja, dan keahlian ke dalam
suatu perusahaan, untuk mendapatkan keuntungan yang dibagi bersama sesuai
dengan bagian atau proporsi yang telah disepakati bersama.[15]
Di Inggris, menurut Pasal 1 Partnership Act 1890 persekutuan
perdata adalah hubungan antara orang yang menjalankan kegiatan bisnis dengan
tujuan untuk mendapatkan keuntungan (partnership
is relation which subsists between persons carrying a business in common with a
view to profit).
Di Malaysia, persekutuan perdata ini dikenal dengan
istilah ‘perkongsian”. Perkongsian menurut Seksysen
3(1) Akta Perkongsian (Partnership Act) 1961 (yang telah diperbaharui pada 1974)
adalah “perhubungan yang wujud antara
orang-orang yang menjalankan perniagaan” (the relation which subsist between persons carrying on business in
common with a view of profit).[16]
Dari persekutuan perdata baik yang dianut di Inggris,
Amerika Serikat, dan Malaysia
dapat ditarik beberapa unsur yang melekat dalam persekutuan perdata yakni;[17]
1.
Ketentuan di atas secara tegas
tidak memasukkan persekutuan perdata sebagai perusahaan yang terdaftar
berdasarkan ketentuan perundang-undangan perusahaan;
2.
Persekutuan perdata merupakan
hubungan kontraktual;
3.
Persekutuan itu menjalankan
suatu kegiatan bisnis;
4.
Persekutuan didirikan dan
dijalankan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan.
Dengan demikian, dapat ditarik simpulan bahwa
persekutuan perdata baik dalam sistem hukum Indonesia maupun dalam sistem
common law memiliki kesamaan, Kesamaan itu terletak pada hubungan para sekutu
didasarkan perjanjian. Dengan perkataan lain, persekutuan perdata tunduk ada
hukum perjanjian.
Orang (person) yang melakukan kerjasama di dalam
persekutuan tersebut dapat berupa perorangan, persekutuan perdata, perusahaan
yang berbadan hukum, atau bentuk persekutuan lainnya.
Makna bisnis (business) di dalam definisi
persekutuan di atas mencakup setiap aktivitas atau kegiatan dalam bidang
perdagangan dan pekerjaan (occupation)
atau profesi (profession).[18]
Dengan demikian, persekutuan perdata dapat merupakan suatu wadah untuk
menjalankan kegiatan yang bersifat komersial dan profesi seperti pengacara
(advokat) dan akuntan.
Dari makna persekutuan perdata di atas, jelas bahwa
jumlah sekutu dalam persekutuan perdata minimal ada dua orang. KUHPerdata tidak
menyebutkan berapa jumlah maksimal sekutu dalam persekutuan. Di dalam Akta
Perkongsian Malaysia
diatur jumlah maksimal sekutu (pekongsi)
dalam persekutuan perdata. Seksysen 14 dan 47 (2) Akta Perkongsian menentukan bahwa,
jumlah maksimum bagi sekutu adalah dua puluh orang, dan bagi persekutuan
menjalankan profesi maksimum tiga puluh orang dengan syarat profesi itu
hendaklah sesuatu yang lazimnya tidak dijalankan oleh “syarikat” atau badan
perniagaan yang diatur berdasarkan Akta Syarikat.[19]
C. Hubungan Persekutuan
Perdata dengan Firma dan Persekutuan Komanditer
Persekutuan perdata adalah genus dari bentuk kerjasama
dalam bentuk persekutuan. Bentuk khusus (species) perjanjian persekutuan
perdata ini adalah firma dan persekutuan komanditer. Genusnya diatur dalam Buku
III KUHPerdata sebagai perjanjian bernama, sedangkan speciesnya diatur dalam KUHD.
Pengaturan tentang firma dan persekutuan komanditer di
dalam KUHD sangat singkat. Ini berlainan dengan persekutuan perdata yang diatur
secara rinci di dalam KUHPerdata. Pengaturan yang demikian dapat dipahami.
Ketentuan persekutuan perdata di dalam KUHPerdata menjadi ketentuan umum yang
dapat berlaku baik bagi persekutuan perdata sendiri maupun firma dan
persekutuan komanditer yang merupakan persekutuan perdata. Ketentuan yang
berkaitan dengan firma dan persekutuan komanditer dalam KUHD adalah aturan yang
bersifat khusus. Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan khusus, maka
ketentuan umum persekutuan perdata berlaku juga bagi firma dan persekutuan
komanditer.
Dalam hubungan antara firma dan persekutuan komanditer,
firma dikatakan sebagai bentuk umum (genus) dan persekutuan komanditer adalah
khusus (species) dari firma. Penjelasan mengenai kekhususan persekutuan
komanditer ini diuraikan dalam bab berikutnya.
D.
Personalitas Persekutuan Perdata
Persekutuan perdata dikuasai oleh hukum perjanjian. Hubungan
sesama sekutu di dalam persekutuan perdata berdasarkan perjanjian. Tidak ada
pemisahan kekayaan antara persekutuan dan sekutu. Akibatnya tanggung jawab para
sekutu pun bersifat tidak terbatas. Konsekuensinya, persekutuan bukan merupakan
badan hukum.
Badan hukum ini adalah rekayasa manusia
untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan, kewenangan yang
sama seperti manusia. Oleh karena badan ini adalah hasil rekayasa manusia, maka
badan ini disebut sebagai artificial
person.
Di dalam hukum, istilah person (orang) mencakup makhluk pribadi,
yakni manusia (natuurlijk persoon) )
dan badan hukum (persona moralis, legal person, legal entity, rechtspersoon).
Keduanya adalah subjek hukum, sehingga keduanya adalah penyandang hak dan
kewajiban hukum. Dengan perkataan lain, sebagaimana yang dikatakan oleh J.
Satrio, mereka ia memiliki hak/dan atau kewajiban yang diakui hukum.[20]
Oleh karena badan hukum
adalah subjek, maka ia merupakan badan yang independen atau mandiri dari
pendiri, anggota, atau penanam modal
badan tersebut. Badan ini dapat melakukan kegiatan bisnis atas nama
dirinya sendirinya seperti manusia. Bisnis yang dijalankan, kekayaan yang
dikuasai, kontrak yang dibuat semua atas badan itu sendiri. Badan ini seperti
halnya manusia memiliki kewajiban-kewajiban hukum, seperti membayar pajak dan
mengajukan izin kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri.[21]
Sifat terbatasnya tanggung jawab secara singkat
merupakan pernyataan dari prinsip bahwa pemegang saham atau para anggota tidak
bertanggungjawab secara pribadi atas kewajiban perusahaan sebagai badan hukum
yang kekayaannya terpisah dari pemegang sahamnya atau anggotanya. Prinsip “continuity of existence”[22]
menegaskan tentang pemisahan kekayaan korporasi dengan pemiliknya. Badan hukum
itu sendiri tidak dipengaruhi oleh kematian ataupun pailitnya pemegang saham.
Badan hukum juga tidak dipengaruhi oleh perubahan struktur kepemilikan
perusahaan. Sebagai akibatnya, saham-saham perusahaan diperdagangkan secara
bebas.[23]
Perseroan terbatas adalah
contoh dari badan usaha yang berbadan hukum (korporasi), yakni perkumpulan yang
berbadan hukum memiliki beberapa ciri substantif yang melekat pada dirinya,
yakni: [24]
1.
Terbatasnya Tanggung Jawab
Pada dasarnya, para pendiri atau pemegang saham atau anggota suatu korporasi tidak
bertanggungjawab secara pribadi terhadap kerugian atau utang korporasi.
Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah maksimum nominal saham yang
ia kuasai. Selebihnya, ia tidak bertanggungjawab.
2.
Perpetual Succession
Sebagai sebuah korporasi yang eksis atas
haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau
eksistensinya. Bahkan, dalam konteks PT, pemegang saham dapat mengalihkan saham
yang ia miliki kepada pihak ketiga. Pengalihan tidak menimbulkan masalah
kelangsungan perseroan yang bersangkutan. Bahkan, bagi PT yang masuk dalam
kategori PT Terbuka dan sahamnya terdaftar di suatu bursa efek (listed),
terdapat kebebasan untuk mengalihkan saham tersebut.
3.
Memiliki Kekayaan Sendiri
Semua kekayaan yang ada dimiliki oleh badan
itu sendiri, tidak oleh pemilik oleh anggota atau pemegang saham. Ini adalah
suatu kelebihan utama badan hukum. Dengan demikian, kepemilikan kekayaan tidak
didasarkan pada anggota atau pemegang saham.
4.
Memiliki Kewenangan Kontraktual
serta Dapat Menuntut dan Dapat Dituntut atas Nama Dirinya Sendiri
Badan hukum sebagai subjek
hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual. Badan
itu dapat mengadakan hubungan kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai
subjek hukum, badan hukum dapat dituntut dan menuntut di hadapan pengadilan.
E. Pemasukan
Kewajiban para sekutu di dalam persekutuan perdata
menyetor modal. Pemasukan modal tersebut disebut inbreng. Inbreng ini adalah unsur utama persekutuan perdata. Tanpa
adanya inbreng yang menjadi modal
persekutuan, maka jelas persekutuan tidak dapat menjalankan kegiatannya untuk
mencari keuntungan.
Pasal 1619 ayat (2) KUHPerdata menentukan bahwa para
sekutu perdata wajib memasukkan ke dalam kas persekutuan yang didirikan
tersebut. Pemasukan (inbreng, contribution)
itu dapat berupa:
1.
uang; atau
2.
benda-benda apa saja yang layak
bagi pemasukan, seperti kendaraan bermotor dan alat perlengkapan kantor; atau
3.
tenaga kerja, baik fisik maupun
pikiran
Menurut Hukum Perdata Belanda dewasa ini, yakni berdasar
Pasal 7.1662.1 BW (baru) Belanda,
pemasukan tersebut tidak hanya berupa uang, benda atau barang, dan tenaga
kerja, tetapi juga dapat berupa hak menikmati suatu barang (de inbreng van de vennoot kan besttan in geld, goederen, genot
van goederen, en arbeid).
Kalau pemasukan itu berupa hanya hak kenikmatannya saja,
maka kepemilikan barang tersebut tetap berada pada pemiliknya. Misalnya
pemasukan berupa tanah atau kendaraan bermotor, sekutu dapat hanya memasukkan
berupa hak kenikmatannya saja, bukan kepemilikannya.
Benda itu sendiri dapat berupa benda bergerak maupun
benda tidak bergerak. Baik benda berwujud (tangible
things atau tangible assets)
maupun benda tidak berwujud (intangible
things atau intangible assets).
F. Bentuk-Bentuk Persekutuan
Perdata
1.
Persekutuan perdata dapat
terjadi antara pribadi-pribadi yang melakukan suatu pekerjaan bebas (profesi)
seperti pengacara, dokter, arsitek, dan akuntan. Asosiasinya tidak menjalankan
perusahaan, tetapi lebih mengutamakan orang-orang yang menjadi pesertanya dan
juga tidak menjadikan elemen modal organisatorisnya (ciri-ciri menjalankan
perusahaan) sebagai unsur utamanya. M ereka tidaklah menjalankan
perusahaan di bawah nama bersama.[25]
2.
Adakalanya pula persekutuan
bertindak ke luar kepada pihak ketiga secara terang-terangan dan terus-menerus
untuk mencari laba, maka persekutuan perdata tersebut dikatakan menjalankan
perusahaan.[26]
Persekutuan perdata yang demikian dapat terjadi, misalnya A seorang pedagang
yang tinggal di Jakarta, kemudian B juga seorang pedagang yang tinggal di
Jakarta; kedua orang ini bersepakat untuk membentuk persekutuan perdata yang
bergerak dalam bidang perbengkelan dengan nama Bengkel X. Persekutuan perdata
ini memang bermaksud untuk menjalankan perusahaan.
3.
Suatu perjanjian kerjasama dari
suatu transaksi sekali segera setempat. Misalnya kerjasama untuk membeli barang
secara bersama-sama dan kemudian dijual dengan mendapat keuntungan. Dalam hal
unsur kerjasama secara terus menerus sesuai dengan suatu pekerjaan atau
menjalankan perusahaan tidak terdapat di dalamnya, apalagi dalam kasus semacam
ini memang pada umumnya tidak menjalankan perusahaan di bawah nama bersama.[27]
Pasal 1620–1623 KUHPerdata membagi persekutuan perdata
dalam dua jenis, yaitu:
1.
Persekutuan Perdata Umum (algehele maatschap)
Persekutuan perdata umum adalah persekutuan
perdata di mana para sekutu memasukkan seluruh hartanya atau bagian yang
sepadan dengannya. Persekutuan yang demikian dilarang undang-undang Pasal 1621
KUHPerdata. Pasal ini membolehkan persekutuan perdata penuh dengan keuntungan.
Dengan perkataan lain, Pasal 1621
KUHPerdata memperbolehkan yang
dimasukkan itu seluruh keuntungan.
Larangan ini dapat dipahami, dengan
pemasukan tanpa rincian, orang akan sulit membagi keuntungan secara adil
sebagaimana ditentukan Pasal 1633 KUHPerdata.
Pasal 1633 KUHPerdata menentukan bahwa jika
di dalam perjanjian persekutuan perdata tidak ditentukan bagian keuntungan dan
kerugian masing-masing, maka dibagi menurut keseimbangan pemasukan
masing-masing sekutu. Kemudian bagi sekutu hanya memasukkan tenaga kerja,
pembagian keuntungan dan kerugian ditentukan sesuai dengan pemasukan sekutu
berupa uang atau barang yang paling
sedikit.
Pasal 1622 KUHPerdata memperbolehkan perdata
yang memperjanjikan bahwa masing-masing sekutu akan mencurahkan seluruh tenaga
kerjanya untuk mendapatkan keuntungan untuk dibagi kepada semua sekutu.
Persekutuan perdata yang demikian dinamakan persekutuan perdata keuntungan (algehele
maatschap van winst)
2.
Persekutuan Perdata Khusus (bijzondere maatschap)
Di dalam persekutuan perdata khusus, para
sekutu menjanjikan pemasukan benda-benda tertentu atau sebagian tenaga
kerjanya. Persekutuan yang demikian diatur Pasal 1633 KUHPerdata.
Di Amerika Serikat dan Inggris persekutuan perdata dibedakan menjadi general
partnership dan limited partnership. General partnership maknanya sama
seperti persekutuan perdata, yakni persekutuan perdata biasa (ordinary
partnership). Firma masuk dalam kategori general partnership. Adapun limited partnership adalah
persekutuan perdata di mana ada salah seorang atau lebih sekutu yang hanya
bertanggungjawab sebesar jumlah nominal uang yang telah dimasukkan atau
diinvestasikan ke dalam persekutuan.[28]
Bentuk persekutuan yang kedua ini sama persekutuan komanditer menurut hukum Indonesia .
Rudhi Prasetya menyatakan bahwa persekutuan perdata
bersifat dua muka, yaitu dapat untuk kegiatan komersial dan dapat pula untuk
kegiatan bukan komersial termasuk dalam hal ini persekutuan perdata yang menjalankan
profesi. Dalam praktik dewasa ini, persekutuan perdata yang paling banyak
dipakai justeru untuk non-komersial. Kegiatan non-komersial itu adalah kegiatan
menjalankan profesi. Misalnya persekutuan perdata diantara beberapa konsultan
hukum atau advokat dalam menjalankan profesinya. Demikian juga persekutuan
perdata diantara beberapa akuntan dalam menjalankan profesinya.[29]
Jika di Indonesia persekutuan memiliki dua muka baik
yang bertipe untuk kegiatan komersial maupun untuk kegiatan bukan komersial
(non komersial), di dalam sistem common
law persekutuan perdata lebih bersifat komersial karena tergambar dalam
unsur persekutuan perdata yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Unsur
tujuan untuk mendapatkan keuntungan merupakan unsur esensial dalam makna
menjalankan perusahaan berdasarkan hukum Indonesia .
Dalam dunia bisnis dewasa ini, persekutuan perdata
berkembang lebih jauh lagi. Ia tidak lagi tampil dalam bentuk yang konvensional.
Justeru persekutuan perdata dibentuk atau diadakan oleh perusahaan-perusahaan
yang berbadan hukum, seperti PT. Kerjasama dalam bentuk persekutuan perdata
tersebut biasanya ditujukan untuk menjalankan suatu bisnis tertentu yang
melibatkan beberapa PT tanpa harus membentuk perusahaan baru perusahaan
patungan (joint venture company).
Bentuk kerjasama bisnis tersebut dalam prakteknya kadang disebut konsorsium,
kadang juga disebut joint management
atau joint operation contract. Hal
ini antara lain dapat dilihat dalam kerjasama antara PT Bumi Siak Pusako (BSP)
dan PT Persero Pertamina (Persero). Konsorsium ini dilakukan mengingat PT BSP
yang memiliki hak untuk mengeksploitasi beberapa sumur minyak di beberapa blok
di Riau yang dulunya dikuasai PT Caltex Pacific Indonesia (sekarang PT Chevron
Pasific Indonesia), tetapi tidak memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang
perminyakan, maka diadakan konsorsium dengan PT Pertamina (Persero). Dengan
konsorsium ini mereka bersama-sama mengeksploitasi sumur minyak tersebut.
G. Pengurusan Persekutuan
Perdata
Sebagai suatu persekutuan yang terdiri dari beberapa
sekutu yang menjalankan suatu kegiatan tertentu, tentu harus ada yang mengurus
kegiatan tersebut. Kalau persekutuan tersebut hanya terdiri dari dua tiga
sekutu hanya, kemungkinan ketiga sekutu itu secara bersama mengurus kegiatan
persekutuan, tetapi sekutunya kegiatan menjadi persoalan tersendiri. Mungkin
hanya orang tertentu yang mengelola atau mengurus persekutuan.
Di dalam hukum Belanda, perbuatan pengurusan atau
pengelolaan dapat dibedakan menjadi dua macam pengurusan:[30]
1.
perbuatan yang bersifat sehari-hari yang merupakan
perbuatan rutin yang dinamakan daden van
beheren;
2.
perbuatan yang tidak bersifat
sehari-hari, yang tidak rutin, yang bersifat baru atau khusus atau istimewa,
yang dinamakan daden van besckking
atau daden van eigendom. Daden van eigendom itu dalam bahasa
Indonesia disebut “perbuatan kepemilikan”.
Perbuatan yang bersifat sehari-hari tersebut adalah
perbuatan rutin dilakukan oleh pengurus. Perbuatan rutin dilakukan oleh sekutu
yang diberikan kewenangan persekutuan tanpa perlu meminta persetujuan dari
sekutu lainnya yang tidak menjadi pengurus. Apabila perbuatan itu menyangkut
perbuatan kepemilikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari seluruh
sekutu.
Di dalam praktik tidak mudah untuk membedakan antara perbuatan
rutin dan perbuatan kepemilikan. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang usaha
real estate, perbuatan-perbuatan untuk menjual barang tidak bergerak seperti
tanah merupakan perbuatan rutin, tetapi perbuatan untuk meminjamkan uang adalah
perbuatan kepemilikan. Sebaliknya, bagi persekutuan yang bergerak di bidang
keuangan, perbuatan meminjamkan uang adalah perbuatan rutin, sedangkan
perbuatan untuk menjual gedung kantor atau perusahaan merupakan perbuatan kepemilikan.[31]
Jadi, perbuatan rutin dan perbuatan kepemilikan tersebut
bersifat relatif. Untuk memudahkan dalam menentukan perbuatan rutin dan
perbuatan kepemilikan sebaiknya ditentukan dalam anggaran dasar persekutuan.
Anggaran dasar yang menentukan mana saja yang termasuk dalam perbuatan rutin
dan perbuatan kepemilikan. Umumnya yang masuk dalam kategori perbuatan
kepemilikan dalam anggaran dasar adalah:[32]
1.
perbuatan meminjamkan atau
meminjam uang (tidak termasuk dalam hal penarikan warkat bank sebagai realisasi
kredit yang telah disepakati);
2.
membebani barang-barang harta
kekayaan persekutuan untuk jaminan utang;
3.
mengalihkan atau menjual
barang-barang tidak bergerak milik persekutuan; dan
4.
ikut serta dalam perusahaan
lain.
Sebagai konsekuensinya, di dalam anggaran dasar dirumuskan sebagai
berikut:
“Pengurus berwenang melakukan segala perbuatan dalam segala hal baik
di dalam maupun di luar pengadilan, baik perbuatan kepengurusan maupun
perbuatan kepemilikan; kecuali untuk:
- perbuatan meminjamkan atau meminjam uang (tidak termasuk dalam hal penarikan warkat bank sebagai realisasi kredit yang telah disepakati);
- membebani barang-barang harta kekayaan persekutuan untuk jaminan utang;
- mengalihkan atau menjual barang-barang tidak bergerak milik persekutuan; dan
- ikut serta dalam perusahaan lain”.
Pembebanan pengurusan persekutuan perdata dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu:[33]
1.
Diatur sekaligus bersama-sama
akta pendirian persekutuan perdata. Sekutu pengurus persekutuan perdata semacam
ini disebut sekutu statuter (gerant statutaire)
2.
Diatur dengan akta tersendiri
sesudah persekutuan-persekutuan perdata berdiri. Sekutu pengurus semacam ini
dinamakan sekutu mandater (gerant mandataire).
Selama berjalannya persekutuan perdata, seorang sekutu
statuter tidak dapat diberhentikan, kecuali atas dasar alasan-alasan berdasar
hukum. Sekutu mandater kedudukannya sama dengan seorang pemegang kuasa, yang
kuasanya dapat dicabut sewaktu-waktu. Dia sendiri juga dapat meminta
kekuasaannya dicabut.[34]
Pengurus pada persekutuan perdata biasanya sekutu
sendiri (pengurus sekutu). Namun demikian, para sekutu dapat pula menetapkan,
bahwa orang luar yang dianggap cakap diangkat sebagai pengurus persekutuan
perdata. Hal ini dapat ditetapkan dalam akta pendirian atau dalam perjanjian
khusus.[35]
H. Pembagian Keuntungan dan
Kerugian
Pasal 1633 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa
sebaiknya cara pembagian keuntungan dan kerugian oleh sekutu diatur dalam
perjanjian pendirian persekutuan, dengan ketentuan tidak boleh memberikan
seluruh keuntungan hanya kepada salah seorang sekutu saja. Pasal 1633 ayat (2) memperbolehkan para sekutu untuk memperjanjikan
jika seluruh kerugian hanya ditanggung oleh salah seorang sekutu saja.
Apabila tidak ada perjanjian yang mengatur cara
pembagian keuntungan tersebut, maka berlaku ketentuan Pasal 1633 ayat (1)
KUHPerdata yang menentukan bahwa pembagian tersebut harus dilakukan berdasarkan
asas keseimbangan, dengan ketentuan bahwa pemasukan berupa tenaga kerja hanya
dipersamakan dengan pemasukan uang atau benda yang terkecil.
I.
Tanggung Jawab Sekutu
Tanggung jawab (aansprakelijkheid atau liability) berarti
kewajiban untuk mengganti kerugian apabila perikatan yang sudah dijanjikan
tidak ditunaikan, sehingga jika perikatan itu benar-benar tidak dilaksanakan,
maka orang (sekutu) itu bertanggungjawab
dapat atau digugat untuk memenuhi prestasinya.[36]
Berdasar Pasal 1642 sampai dengan Pasal 1645 KUHPerdata,
tanggung jawab sekutu dalam persekutuan dapat diuraikan sebagai berikut:[37]
1.
Bila seorang sekutu mengadakan
hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang
bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak
ketiga itu, walaupun ia mengatakan bahwa dia berbuat untuk kepentingan
persekutuan;
2.
Perbuatan tersebut baru
mengikat sekutu-sekutu yang lain apabila:
a.
nyata-nyata ada surat kuasa dari sekutu
yang lain;
b.
hasil perbuatannya atau
keuntungannya itu telah nyata-nyata dinikmati oleh persekutuan.
3.
Apabila beberapa orang sekutu
persekutuan perdata mengadakan hubungan dengan pihak ketiga, maka para sekutu
itu dapat dipertanggungjawabkan sama rata, meskipun pemasukan mereka
masing-masing tidak sama, kecuali apabila dalam perjanjian yang dibuatnya
dengan pihak ketiga itu dengan tegas ditetapkan imbangan tanggung jawab
masing-masing sekutu menurut perjanjian itu.
4.
Apabila seorang sekutu
persekutuan perdata mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga atas nama
persekutuan, maka persekutuan dapat langsung menggugat pihak ketiga itu.
J.
Pembubaran dan Pemberesan
Berkaitan dengan berakhirnya persekutuan perdata, Pasal 1246 KUHPerdata
menggunakan istilah maatschap eindight
(persekutuan berakhir). Menurut H.M.N. Purwosutjipto, istilah tersebut kurang
tepat, karena sesudah “berakhir” tersebut masih ada perbuatan lagi yaitu
“pemberesan” (likuidasi). Kata “berakhir” tersebut bermakna bahwa setelah itu
tidak ada lagi perbuatan hukum lain. Padahal, sebelum persekutuan benar-benar
berakhir masih ada perbuatan hukum yang lain yakni pemberesan. Oleh karena itu, kata eindight disepadankan dengan “bubar”. [38]
Pasal 1646 KUHPerdata menentukan bahwa suatu persekutuan
perdata akan berakhir disebabkan oleh:
1.
lampaunya waktu yang
diperjanjikan;
2.
hancurnya benda yang menjadi
objek persekutuan;
3.
selesainya perbuatan pokok
persekutuan;
4.
pengakhiran oleh beberapa atau salah
seorang sekutu;
5.
kematian salah satu sekutu atau
adanya pengampuan atau kepailitan terhadap salah seorang sekutu.
Ad. 1. Lampaunya Waktu
yang Diperjanjikan
Bubarnya persekutuan perdata yang diadakan untuk waktu
tertentu sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Jika diperjanjikan waktu persekutuan
perdata diadakan untuk jangka 2 (dua) tahun terhitung sejak 12 Februari 2009,
persekutuan perdata bubar demi hukum
pada 12 Februari 2011.
Pasal 1647 KUHPerdata menentukan bahwa persekutuan
perdata yang dibuat untuk waktu tertentu, sebelum waktu itu lewat tidak dapat
dituntut oleh salah seorang sekutu berakhirnya, kecuali dengan alasan yang sah.
Persekutuan tersebut dapat diakhiri jika seorang sekutu tidak memenuhi
kewajibannya atau jika salah seorang sekutu sakit secara terus menerus menjadi tidak
cakap melakukan pekerjaannya untuk persekutuan. Persekutuan dapat juga
dimintakan berakhirnya dengan alasan semacam itu yang sah maupun pentingnya
diserahkan kepada hakim.
Ad. 2. Musnahnya Barang yang Menjadi Pokok Persekutuan
Misalnya suatu persekutuan yang didirikan oleh para
sekutu ditujukan melakukan kegiatan bisnis di bidang pengangkutan, kemudian
salah seorang sekutu berjanji memasukkan sebuah truk ke dalam persekutuan
sebagai inbreng. Truk ini adalah
menjadi pokok persekutuan.
Pasal 1648 KUHPerdata menentukan bahwa jika salah
seorang sekutu berjanji untuk memasukkan barang miliknya ke dalam persekutuan,
kemudian barang itu musnah sebelum pemasukan terlaksana, maka persekutuan
menjadi bubar terhadap semua sekutu lainnya. Begitu pula bagi persekutuan dalam
segala hal bubar jika barangnya musnah, apabila hanya kenikmatan atas itu saja
yang dimasukkan ke dalam persekutuan, sedangkan hak miliknya tetap berada pada
sekutu. Namun demikian, persekutuan tidak menjadi bubar karena musnahnya barang
yang menjadi miliknya setelah barang tersebut dimasukkan ke dalam persekutuan.
Ad. 3. Selesainya
Perbuatan yang Menjadi Pokok Persekutuan
Misalnya persekutuan perdata dibentuk oleh beberapa
orang khusus untuk mengerjakan suatu perbuatan tertentu, misalnya mengorganisasikan
suatu konser musik yang dilaksanakan pada 10 Februari 2011. Pelaksanaan konser
musik pada 10 Februari 2011 tersebut menjadi pokok persekutuan. Apabila konser
tersebut sudah terlaksana, maka persekutuan perdata tersebut demi hukum bubar.
Di dalam praktik seringkali beberapa perseroan terbatas
mengadakan konsorsium untuk mengerjakan suatu proyek konstruksi yang terbatas
proyek tu saja. Jika proyek tersebut sudah selesai, maka demi hukum konsorsium
tersebut demi hukum bubar.
Ad. 4. Pengakhiran oleh Beberapa
atau Salah Seorang Sekutu
Menurut Pasal 1649 KUHPerdata, persekutuan perdata yang
diadakan untuk waktu tidak tertentu dapat
dibubarkan atas kehendak beberapa atau seorang sekutu. Pembubaran yang demikian
terjadi dengan pemberitahuan penghentian kepada semua sekutu lainnya.
Pemberitahuan tersebut harus disampaikan dengan iktikad baik dan tidak
dilakukan secara tidak memberitahukan.
Pemberitahuan penghentian tersebut menurut Pasal 1650
dianggap telah dilakukan tidak dengan iktikad baik apabila seorang sekutu
menghentikan persekutuannya dengan
maksud untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri, sedangkan para
sekutu telah merencanakan akan bersama-sama menikmati keuntungan tersebut.
Pemberitahuan penghentian dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu,
apabila barang-barang persekutuan tidak lagi terdapat dalam keseluruhannya,
sedangkan kepentingan persekutuan menuntut supaya pembubarannya dimundurkan.
Ad. 5. Kematian Salah Satu
Sekutu atau Adanya Pengampuan atau Kepailitan terhadap Salah Seorang Sekutu
Suatu persekutuan perdata menjadi bubar jika salah
seorang sekutu meninggal dunia. Persekutuan perdata juga bubar apabila salah
seorang sekutu dengan penetapan pengadilan dinyatakan berada di bawah
pengampuan. Demikian pula apabila salah seorang sekutu dinyatakan pailit oleh
pengadilan niaga, persekutuan perdata bubar,
Kematian salah seorang sekutu dapat tidak berakibat pada
bubar persekutuan perdata, jika diperjanjikan bahwa dengan meninggalnya salah
seorang sekutu mengakibatkan persekutuan bubar, persekutuan dilanjutkan oleh
ahli warisnya atau oleh sekutu yang ada. Demikian ketentuan Pasal 1651 ayat (1)
KUHPerdata.
Kemudian Pasal 1651 ayat (2) KUHPerdata menentukan bahwa
dalam hal ahli waris tidak memiliki tidak memiliki hak lebih daripada atas
pembagian persekutuan menurut keadaannya ketika meninggalnya sekutu, tetapi ia
mendapat bagian dari keuntungan serta turut memikul kerugian yang merupakan
akibat-akibat mutlak dari perbuatan-perbuatan yang terjadi sebelum sekutu
meninggal dunia.
Apabila persekutuan perdata sudah bubar, langkah
berikutnya adalah tindakan pemberesan atau likuidasi. Orang yang melakukan
likuidasi atau pemberesan disebut likuidator. Siapa yang menjadi likuidator
persekutuan perdata tersebut biasanya ditunjuk oleh anggaran dasar. Jika
anggaran dasar tidak menentukan likuidator tersebut, likuidator ditunjuk
melalui rapat sekutu yang terakhir. Jika rapat terakhir ini tidak ada, pengurus
terakhir yang melakukannya.
Tugas-tugas yang harus dilakukan likuidator atau tim
likuidator antara lain meliputi:[39]
1.
menginventarisasi kekayaan
persekutuan perdata yang bersangkutan;
2.
menagih semua piutang persekutuan
perdata dari para debitornya;
3.
melaksanakan hak reklame
terhadap barang-barang yang masih ada di tangan pembeli, menuntut pengembalian barang-barang
yang ada di tempat pihak ketiga;
4.
membayar semua tagihan kreditor
persekutuan, termasuk tagihan likuidator;
5.
membagi sisa keuntungan kepada
para sekutu yang masih berhak;
6.
likuidator dapat mewakili
persekutuan di muka dan di luar pengadilan; dan
7.
likuidator memberikan laporan
lengkap kepada pengurus yang memberi tugas.
Setelah proses likuidasi tersebut selesai dan sudah tidak ada lagi
persoalan persekutuan perdata yang bersangkutan, maka persekutuan perdata itu
berakhir. [40]
[10] Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas
(Bandung: Citra Aditya Bakti, 1995),
hlm. 46.
[11] Ibid. Di
Belanda dewasa ini pengaturan hukum perdata dan hukum dagang yang dulunya
diatur terpisah dalam Burgerlijk Wet Boek (BW) dan Wet Boek van Koophandel (WvK) disatukan
dalam BW yang disebut sebagai BW.
[12] Ibid., hlm 47.
[13] Imran Ahsan Khan Nyazee, Islamic law of Business Organization,
Partnership, (Kuala Lumpur, The Other Press, 1997), hlm 13.
[14] David Kelly, et.al, Business
Law, (London, Cavendish Publishing Limited, 2002), hlm 305.
[15] Angela Schneeman, op.cit., hlm. 17 – 18
[16] Shaik Mohd. Noor Alam S.M. Hussain, Undang-Undang Komersil Malaysia (Kuala Lumpur : Dewan Bahasa dan Pustaka,
2000), hlm 248. Lihat juga Lee Mei Pheng, General
Principles of Malaysian Law (Selangor Darul Ehasan: Fajar Bakti Sdn. Bhd,
2002), HLM 382.
[17] David Kelly, et.al, op.cit.,
hlm 307.
[18] Ibid, lihat juga Angela
Schneeman, loc.cit.
[19] Shaik Mohd. Noor Alam S.M. Hussain, op.cit., hlm 249.
[20] J. Satrio, Hukum Pribadi,
Bagian I Persoon Alamiah, (Bandung ,
Citra Aditya Bakti, 1999), hlm 13.
[21] Robert W. Hamilton, The Law
of Corporation, (St. Paul , Minn West
Publishing Co, 1996), hlm 1.
[22] Prinsip continuity of
existence merupakan prinsip di mana perusahaan akan tetap eksis walaupun
terjadi pergantian pemilik saham. Jadi, jika pemilik saham perusahaan meninggal
atau berhenti dari perusahaan dengan cara mengalihkan saham-sahamnya,
perusahaan akan tetap eksis dan tidak bubar. Prinsip ini merupakan salah
prinsip yang membedakan bentuk korporasi dengan bentuk badan usaha lainnya. Di
dalam persekutuan perdata, termasuk firma, semestinya dengan meninggalnya salah
seorang, persekutuan harus bubar.
[23] Erik P.M. Vermuelen, The
Evolution of Legal Business Forms in Europe
and the United States :
Venture Capital, Joint Venture, and Partnership Structures (Deventer , Kluwer Law
International, 2002), hlm 189.
[24] Perhatikan David Kelly, et.al, op.cit., hlm 343 – 345.
[25] M. Natzir Said, Hukum Perusahaan di Indonesia, Jilid I (Perorangan) (Bandung : Alumni, 1987, hlm 58.
[26] H.M.N. Purwosutjipto, op. cit., … Jilid 2, hlm 18.
[27] M. Natzir Said, loc.cit.
[28] Angel Schneeman, loc.cit. Lihat juga David Kelly, et.al, op.cit, hlm 290.
[29] Rudhi Prasteya, Matschap,
Firma, dan Persekutuan Komanditer (Bandung :
Citra Aditya Bakti, 3002), hlm 4 -5.
[30] Ibid.
[31] Ibid, hlm 20
[32] Ibid.
[33] H.M.N. Purwosutjipto, op.cit., … Jilid 2, hlm 24.
[34] Ibid., hlm 25.
[35] Ibid.
[36] Ibid.,
hlm 30.
[37] Ibid.,
hlm 32.
[38] Ibid, hlm 36.
[39] Ibid, 42.
[40] Ibid.
No comments:
Post a Comment