Sunday 12 October 2014

PERSEKUTUAN PERDATA

PERSEKUTUAN PERDATA

A.    Hukum Persekutuan
Penguraian bagian persekutuan perdata ini dimulai dengan menguraikan makna hukum persekutuan terlebih dahulu. Di dalam hukum Inggris hukum persekutuan dikenal dengan istilah company law. Di dalam hukum Inggris apa yang dimaksud dengan company law adalah himpunan hukum atau ilmu hukum mengenai bentuk-bentuk kerjasama baik yang tidak berstatus badan hukum (partnership) maupun yang berstatus badan hukum (corporation).[10]
Di dalam hukum Belanda, pengertian vennotschapsretchts lebih sempit, yaitu sekedar terbatas pada NV, firma, dan CV yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) dan persekutuan perdata yang dianggap sebagai induknya yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPerdata.[11] Hukum persekutuan merupakan himpunan hukum atau ilmu hukum yang mempelajari bentuk-bentuk kerjasama. Jika dikaitkan dengan dunia perniagaan, maka ia dapat disebut sebagai hukum persekutuan perniagaan atau hukum perusahaan sebagai kerjasama bisnis yang bersifat komersial. Di dalam hukum Inggris disebut dengan istilah corporation law yang mencakup kerjasama yang bersifat komersial dan non komersial. Namun demikian,  sebenarnya di dalam hukum Inggris tidak ada pembedaan secara tegas mengenai sifat komersial dan non komersial itu. Jika perlu mereka menyebutnya sebagai business corporation.[12]

B.     Pengertian Persekutuan Perdata
Persekutuan perdata adalah padanan dan terjemahan dari burgerlijk maatschap. Di dalam common law system dikenal dengan istilah partnership. Kemudian di dalam hukum Islam dikenal dengan istilah sharikah atau shirkah.[13]  Persekutuan adalah suatu bentuk dasar bisnis atau organisasi bisnis.[14]
Persekutuan perdata menurut Pasal 1618 KUHPerdata ada perjanjian antara dua orang atau lebih mengikat diri untuk memasukkan sesuatu (inbrengen) ke dalam persekutuan dengan maksud membagi keuntungan yang diperoleh karenanya.
Dari ketentuan Pasal 1618 KUHPerdata tersebut, dapat ditarik beberapa unsur yang terdapat di dalam persekutuan perdata, yaitu:
1.      adanya suatu perjanjian kerjasama antara dua orang atau lebih;
2.      masing-masing pihak harus memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan (inbreng); dan
3.      bermaksud membagi keuntungan bersama.
Angela Schneeman mendefinisikan partnership sebagai suatu asosiasi yang terdiri dari dua orang atau lebih melakukan kepemilikan bersama suatu bisnis untuk mendapatkan keuntungan. Partnership dapat juga diartikan sebagai suatu perjanjian (agreement) diantara dua orang atau lebih untuk memasukkan uang, tenaga kerja, dan keahlian ke dalam suatu perusahaan, untuk mendapatkan keuntungan yang dibagi bersama sesuai dengan bagian atau proporsi yang telah disepakati bersama.[15]
Di Inggris, menurut Pasal 1 Partnership Act 1890 persekutuan perdata adalah hubungan antara orang yang menjalankan kegiatan bisnis dengan tujuan untuk mendapatkan keuntungan (partnership is relation which subsists between persons carrying a business in common with a view to profit).
Di Malaysia, persekutuan perdata ini dikenal dengan istilah ‘perkongsian”. Perkongsian menurut Seksysen 3(1) Akta Perkongsian (Partnership Act) 1961 (yang telah diperbaharui pada 1974) adalah “perhubungan yang wujud antara orang-orang yang menjalankan perniagaan” (the relation which subsist between persons carrying on business in common with a view of profit).[16]
Dari persekutuan perdata baik yang dianut di Inggris, Amerika Serikat, dan Malaysia dapat ditarik beberapa unsur yang melekat dalam persekutuan perdata yakni;[17]
1.      Ketentuan di atas secara tegas tidak memasukkan persekutuan perdata sebagai perusahaan yang terdaftar berdasarkan ketentuan perundang-undangan perusahaan;
2.      Persekutuan perdata merupakan hubungan kontraktual;
3.      Persekutuan itu menjalankan suatu kegiatan bisnis;
4.      Persekutuan didirikan dan dijalankan dengan maksud untuk mendapatkan keuntungan.
Dengan demikian, dapat ditarik simpulan bahwa persekutuan perdata baik dalam sistem hukum Indonesia maupun dalam sistem common law memiliki kesamaan, Kesamaan itu terletak pada hubungan para sekutu didasarkan perjanjian. Dengan perkataan lain, persekutuan perdata tunduk ada hukum perjanjian.
Orang (person) yang melakukan kerjasama di dalam persekutuan tersebut dapat berupa perorangan, persekutuan perdata, perusahaan yang berbadan hukum, atau bentuk persekutuan lainnya.
Makna bisnis (business) di dalam definisi persekutuan di atas mencakup setiap aktivitas atau kegiatan dalam bidang perdagangan dan pekerjaan (occupation) atau  profesi (profession).[18] Dengan demikian, persekutuan perdata dapat merupakan suatu wadah untuk menjalankan kegiatan yang bersifat komersial dan profesi seperti pengacara (advokat) dan akuntan.
Dari makna persekutuan perdata di atas, jelas bahwa jumlah sekutu dalam persekutuan perdata minimal ada dua orang. KUHPerdata tidak menyebutkan berapa jumlah maksimal sekutu dalam persekutuan. Di dalam Akta Perkongsian Malaysia diatur jumlah maksimal sekutu (pekongsi) dalam persekutuan perdata. Seksysen 14 dan 47 (2) Akta Perkongsian menentukan bahwa, jumlah maksimum bagi sekutu adalah dua puluh orang, dan bagi persekutuan menjalankan profesi maksimum tiga puluh orang dengan syarat profesi itu hendaklah sesuatu yang lazimnya tidak dijalankan oleh “syarikat” atau badan perniagaan yang diatur berdasarkan Akta Syarikat.[19]

C.  Hubungan Persekutuan Perdata dengan Firma dan Persekutuan Komanditer
Persekutuan perdata adalah genus dari bentuk kerjasama dalam bentuk persekutuan. Bentuk khusus (species) perjanjian persekutuan perdata ini adalah firma dan persekutuan komanditer. Genusnya diatur dalam Buku III KUHPerdata sebagai perjanjian bernama, sedangkan speciesnya diatur dalam KUHD.
Pengaturan tentang firma dan persekutuan komanditer di dalam KUHD sangat singkat. Ini berlainan dengan persekutuan perdata yang diatur secara rinci di dalam KUHPerdata. Pengaturan yang demikian dapat dipahami. Ketentuan persekutuan perdata di dalam KUHPerdata menjadi ketentuan umum yang dapat berlaku baik bagi persekutuan perdata sendiri maupun firma dan persekutuan komanditer yang merupakan persekutuan perdata. Ketentuan yang berkaitan dengan firma dan persekutuan komanditer dalam KUHD adalah aturan yang bersifat khusus. Sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan khusus, maka ketentuan umum persekutuan perdata berlaku juga bagi firma dan persekutuan komanditer.
Dalam hubungan antara firma dan persekutuan komanditer, firma dikatakan sebagai bentuk umum (genus) dan persekutuan komanditer adalah khusus (species) dari firma. Penjelasan mengenai kekhususan persekutuan komanditer ini diuraikan dalam bab berikutnya.

D.      Personalitas Persekutuan Perdata
Persekutuan perdata dikuasai oleh hukum perjanjian. Hubungan sesama sekutu di dalam persekutuan perdata berdasarkan perjanjian. Tidak ada pemisahan kekayaan antara persekutuan dan sekutu. Akibatnya tanggung jawab para sekutu pun bersifat tidak terbatas. Konsekuensinya, persekutuan bukan merupakan badan hukum.
Badan hukum ini adalah rekayasa manusia untuk membentuk suatu badan yang memiliki status, kedudukan, kewenangan yang sama seperti manusia. Oleh karena badan ini adalah hasil rekayasa manusia, maka badan ini disebut sebagai artificial person.
Di dalam hukum, istilah person (orang) mencakup makhluk pribadi, yakni manusia (natuurlijk persoon) ) dan badan hukum (persona moralis, legal person, legal entity, rechtspersoon). Keduanya adalah subjek hukum, sehingga keduanya adalah penyandang hak dan kewajiban hukum. Dengan perkataan lain, sebagaimana yang dikatakan oleh J. Satrio, mereka ia memiliki hak/dan atau kewajiban yang diakui hukum.[20]
Oleh karena badan hukum adalah subjek, maka ia merupakan badan yang independen atau mandiri dari pendiri, anggota, atau penanam modal  badan tersebut. Badan ini dapat melakukan kegiatan bisnis atas nama dirinya sendirinya seperti manusia. Bisnis yang dijalankan, kekayaan yang dikuasai, kontrak yang dibuat semua atas badan itu sendiri. Badan ini seperti halnya manusia memiliki kewajiban-kewajiban hukum, seperti membayar pajak dan mengajukan izin kegiatan bisnis atas nama dirinya sendiri.[21]
Sifat terbatasnya tanggung jawab secara singkat merupakan pernyataan dari prinsip bahwa pemegang saham atau para anggota tidak bertanggungjawab secara pribadi atas kewajiban perusahaan sebagai badan hukum yang kekayaannya terpisah dari pemegang sahamnya atau anggotanya. Prinsip “continuity of existence[22] menegaskan tentang pemisahan kekayaan korporasi dengan pemiliknya. Badan hukum itu sendiri tidak dipengaruhi oleh kematian ataupun pailitnya pemegang saham. Badan hukum juga tidak dipengaruhi oleh perubahan struktur kepemilikan perusahaan. Sebagai akibatnya, saham-saham perusahaan diperdagangkan secara bebas.[23]
Perseroan terbatas adalah contoh dari badan usaha yang berbadan hukum (korporasi), yakni perkumpulan yang berbadan hukum memiliki beberapa ciri substantif yang melekat pada dirinya, yakni: [24]
1.      Terbatasnya Tanggung Jawab
Pada dasarnya, para pendiri atau  pemegang saham  atau anggota suatu korporasi tidak bertanggungjawab secara pribadi terhadap kerugian atau utang korporasi. Tanggung jawab pemegang saham hanya sebatas jumlah maksimum nominal saham yang ia kuasai. Selebihnya, ia tidak bertanggungjawab.
2.      Perpetual Succession
Sebagai sebuah korporasi yang eksis atas haknya sendiri, perubahan keanggotaan tidak memiliki akibat atas status atau eksistensinya. Bahkan, dalam konteks PT, pemegang saham dapat mengalihkan saham yang ia miliki kepada pihak ketiga. Pengalihan tidak menimbulkan masalah kelangsungan perseroan yang bersangkutan. Bahkan, bagi PT yang masuk dalam kategori PT Terbuka dan sahamnya terdaftar di suatu bursa efek (listed), terdapat kebebasan untuk mengalihkan saham tersebut.
3.      Memiliki Kekayaan Sendiri
Semua kekayaan yang ada dimiliki oleh badan itu sendiri, tidak oleh pemilik oleh anggota atau pemegang saham. Ini adalah suatu kelebihan utama badan hukum. Dengan demikian, kepemilikan kekayaan tidak didasarkan pada anggota atau pemegang saham.
4.      Memiliki Kewenangan Kontraktual serta Dapat Menuntut dan Dapat Dituntut atas Nama Dirinya Sendiri
Badan hukum sebagai subjek hukum diperlakukan seperti manusia yang memiliki kewenangan kontraktual. Badan itu dapat mengadakan hubungan kontraktual atas nama dirinya sendiri. Sebagai subjek hukum, badan hukum dapat dituntut dan menuntut di hadapan pengadilan.

E.     Pemasukan
Kewajiban para sekutu di dalam persekutuan perdata menyetor modal. Pemasukan modal tersebut disebut inbreng. Inbreng ini adalah unsur utama persekutuan perdata. Tanpa adanya inbreng yang menjadi modal persekutuan, maka jelas persekutuan tidak dapat menjalankan kegiatannya untuk mencari keuntungan.
Pasal 1619 ayat (2) KUHPerdata menentukan bahwa para sekutu perdata wajib memasukkan ke dalam kas persekutuan yang didirikan tersebut. Pemasukan (inbreng, contribution) itu dapat berupa:
1.      uang; atau
2.      benda-benda apa saja yang layak bagi pemasukan, seperti kendaraan bermotor dan alat perlengkapan kantor; atau
3.      tenaga kerja, baik fisik maupun pikiran
Menurut Hukum Perdata Belanda dewasa ini, yakni berdasar Pasal 7.1662.1 BW (baru)  Belanda, pemasukan tersebut tidak hanya berupa uang, benda atau barang, dan tenaga kerja, tetapi juga dapat berupa hak menikmati suatu barang (de inbreng van de vennoot kan besttan in geld, goederen, genot van goederen, en arbeid).
Kalau pemasukan itu berupa hanya hak kenikmatannya saja, maka kepemilikan barang tersebut tetap berada pada pemiliknya. Misalnya pemasukan berupa tanah atau kendaraan bermotor, sekutu dapat hanya memasukkan berupa hak kenikmatannya saja, bukan kepemilikannya.
Benda itu sendiri dapat berupa benda bergerak maupun benda tidak bergerak. Baik benda berwujud (tangible things atau tangible assets) maupun benda tidak berwujud (intangible things atau intangible assets).




F.     Bentuk-Bentuk Persekutuan Perdata
Ada beberapa bentuk hukum persekutuan perdata yang dikenal di dalam praktik, yaitu:
1.      Persekutuan perdata dapat terjadi antara pribadi-pribadi yang melakukan suatu pekerjaan bebas (profesi) seperti pengacara, dokter, arsitek, dan akuntan. Asosiasinya tidak menjalankan perusahaan, tetapi lebih mengutamakan orang-orang yang menjadi pesertanya dan juga tidak menjadikan elemen modal organisatorisnya (ciri-ciri menjalankan perusahaan) sebagai unsur utamanya. M              ereka tidaklah menjalankan perusahaan di bawah nama bersama.[25]
2.      Adakalanya pula persekutuan bertindak ke luar kepada pihak ketiga secara terang-terangan dan terus-menerus untuk mencari laba, maka persekutuan perdata tersebut dikatakan menjalankan perusahaan.[26] Persekutuan perdata yang demikian dapat terjadi, misalnya A seorang pedagang yang tinggal di Jakarta, kemudian B juga seorang pedagang yang tinggal di Jakarta; kedua orang ini bersepakat untuk membentuk persekutuan perdata yang bergerak dalam bidang perbengkelan dengan nama Bengkel X. Persekutuan perdata ini memang bermaksud untuk menjalankan perusahaan.
3.      Suatu perjanjian kerjasama dari suatu transaksi sekali segera setempat. Misalnya kerjasama untuk membeli barang secara bersama-sama dan kemudian dijual dengan mendapat keuntungan. Dalam hal unsur kerjasama secara terus menerus sesuai dengan suatu pekerjaan atau menjalankan perusahaan tidak terdapat di dalamnya, apalagi dalam kasus semacam ini memang pada umumnya tidak menjalankan perusahaan di bawah nama bersama.[27]
Pasal 1620–1623 KUHPerdata membagi persekutuan perdata dalam dua jenis, yaitu:
1.      Persekutuan Perdata Umum (algehele maatschap)
Persekutuan perdata umum adalah persekutuan perdata di mana para sekutu memasukkan seluruh hartanya atau bagian yang sepadan dengannya. Persekutuan yang demikian dilarang undang-undang Pasal 1621 KUHPerdata. Pasal ini membolehkan persekutuan perdata penuh dengan keuntungan. Dengan perkataan lain,  Pasal 1621 KUHPerdata memperbolehkan  yang dimasukkan itu seluruh keuntungan.
Larangan ini dapat dipahami, dengan pemasukan tanpa rincian, orang akan sulit membagi keuntungan secara adil sebagaimana ditentukan Pasal 1633 KUHPerdata.
Pasal 1633 KUHPerdata menentukan bahwa jika di dalam perjanjian persekutuan perdata tidak ditentukan bagian keuntungan dan kerugian masing-masing, maka dibagi menurut keseimbangan pemasukan masing-masing sekutu. Kemudian bagi sekutu hanya memasukkan tenaga kerja, pembagian keuntungan dan kerugian ditentukan sesuai dengan pemasukan sekutu berupa uang atau  barang yang paling sedikit.
Pasal 1622 KUHPerdata memperbolehkan perdata yang memperjanjikan bahwa masing-masing sekutu akan mencurahkan seluruh tenaga kerjanya untuk mendapatkan keuntungan untuk dibagi kepada semua sekutu. Persekutuan perdata yang demikian dinamakan persekutuan perdata keuntungan (algehele maatschap van winst)
2.      Persekutuan Perdata Khusus (bijzondere maatschap)
Di dalam persekutuan perdata khusus, para sekutu menjanjikan pemasukan benda-benda tertentu atau sebagian tenaga kerjanya. Persekutuan yang demikian diatur Pasal 1633 KUHPerdata.
Di Amerika Serikat dan Inggris  persekutuan perdata dibedakan menjadi general partnership dan limited partnership. General partnership maknanya sama seperti persekutuan perdata, yakni persekutuan perdata biasa (ordinary partnership). Firma masuk dalam kategori general partnership. Adapun limited partnership adalah persekutuan perdata di mana ada salah seorang atau lebih sekutu yang hanya bertanggungjawab sebesar jumlah nominal uang yang telah dimasukkan atau diinvestasikan ke dalam persekutuan.[28] Bentuk persekutuan yang kedua ini sama persekutuan komanditer menurut hukum Indonesia.
Rudhi Prasetya menyatakan bahwa persekutuan perdata bersifat dua muka, yaitu dapat untuk kegiatan komersial dan dapat pula untuk kegiatan bukan komersial termasuk dalam hal ini persekutuan perdata yang menjalankan profesi. Dalam praktik dewasa ini, persekutuan perdata yang paling banyak dipakai justeru untuk non-komersial. Kegiatan non-komersial itu adalah kegiatan menjalankan profesi. Misalnya persekutuan perdata diantara beberapa konsultan hukum atau advokat dalam menjalankan profesinya. Demikian juga persekutuan perdata diantara beberapa akuntan dalam menjalankan profesinya.[29]
Jika di Indonesia persekutuan memiliki dua muka baik yang bertipe untuk kegiatan komersial maupun untuk kegiatan bukan komersial (non komersial), di dalam sistem common law persekutuan perdata lebih bersifat komersial karena tergambar dalam unsur persekutuan perdata yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan. Unsur tujuan untuk mendapatkan keuntungan merupakan unsur esensial dalam makna menjalankan perusahaan berdasarkan hukum Indonesia.
Dalam dunia bisnis dewasa ini, persekutuan perdata berkembang lebih jauh lagi. Ia tidak lagi tampil dalam bentuk yang konvensional. Justeru persekutuan perdata dibentuk atau diadakan oleh perusahaan-perusahaan yang berbadan hukum, seperti PT. Kerjasama dalam bentuk persekutuan perdata tersebut biasanya ditujukan untuk menjalankan suatu bisnis tertentu yang melibatkan beberapa PT tanpa harus membentuk perusahaan baru perusahaan patungan (joint venture company). Bentuk kerjasama bisnis tersebut dalam prakteknya kadang disebut konsorsium, kadang juga disebut joint management atau joint operation contract. Hal ini antara lain dapat dilihat dalam kerjasama antara PT Bumi Siak Pusako (BSP) dan PT Persero Pertamina (Persero). Konsorsium ini dilakukan mengingat PT BSP yang memiliki hak untuk mengeksploitasi beberapa sumur minyak di beberapa blok di Riau yang dulunya dikuasai PT Caltex Pacific Indonesia (sekarang PT Chevron Pasific Indonesia), tetapi tidak memiliki keahlian dan pengalaman dalam bidang perminyakan, maka diadakan konsorsium dengan PT Pertamina (Persero). Dengan konsorsium ini mereka bersama-sama mengeksploitasi sumur minyak tersebut.

G.    Pengurusan Persekutuan Perdata
Sebagai suatu persekutuan yang terdiri dari beberapa sekutu yang menjalankan suatu kegiatan tertentu, tentu harus ada yang mengurus kegiatan tersebut. Kalau persekutuan tersebut hanya terdiri dari dua tiga sekutu hanya, kemungkinan ketiga sekutu itu secara bersama mengurus kegiatan persekutuan, tetapi sekutunya kegiatan menjadi persoalan tersendiri. Mungkin hanya orang tertentu yang mengelola atau mengurus persekutuan.
Di dalam hukum Belanda, perbuatan pengurusan atau pengelolaan dapat dibedakan menjadi dua macam pengurusan:[30]
1.        perbuatan  yang bersifat sehari-hari yang merupakan perbuatan rutin yang dinamakan daden van beheren;
2.        perbuatan yang tidak bersifat sehari-hari, yang tidak rutin, yang bersifat baru atau khusus atau istimewa, yang dinamakan daden van besckking atau daden van eigendom. Daden van eigendom itu dalam bahasa Indonesia disebut “perbuatan kepemilikan”.
Perbuatan yang bersifat sehari-hari tersebut adalah perbuatan rutin dilakukan oleh pengurus. Perbuatan rutin dilakukan oleh sekutu yang diberikan kewenangan persekutuan tanpa perlu meminta persetujuan dari sekutu lainnya yang tidak menjadi pengurus. Apabila perbuatan itu menyangkut perbuatan kepemilikan harus terlebih dahulu mendapat persetujuan dari seluruh sekutu.
Di dalam praktik tidak mudah untuk membedakan antara perbuatan rutin dan perbuatan kepemilikan. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang usaha real estate, perbuatan-perbuatan untuk menjual barang tidak bergerak seperti tanah merupakan perbuatan rutin, tetapi perbuatan untuk meminjamkan uang adalah perbuatan kepemilikan. Sebaliknya, bagi persekutuan yang bergerak di bidang keuangan, perbuatan meminjamkan uang adalah perbuatan rutin, sedangkan perbuatan untuk menjual gedung kantor atau perusahaan merupakan perbuatan kepemilikan.[31]
Jadi, perbuatan rutin dan perbuatan kepemilikan tersebut bersifat relatif. Untuk memudahkan dalam menentukan perbuatan rutin dan perbuatan kepemilikan sebaiknya ditentukan dalam anggaran dasar persekutuan. Anggaran dasar yang menentukan mana saja yang termasuk dalam perbuatan rutin dan perbuatan kepemilikan. Umumnya yang masuk dalam kategori perbuatan kepemilikan dalam anggaran dasar adalah:[32]
1.        perbuatan meminjamkan atau meminjam uang (tidak termasuk dalam hal penarikan warkat bank sebagai realisasi kredit yang telah disepakati);
2.        membebani barang-barang harta kekayaan persekutuan untuk jaminan utang;
3.        mengalihkan atau menjual barang-barang tidak bergerak milik persekutuan; dan
4.        ikut serta dalam perusahaan lain.
Sebagai konsekuensinya, di dalam anggaran dasar dirumuskan sebagai berikut:
“Pengurus berwenang melakukan segala perbuatan dalam segala hal baik di dalam maupun di luar pengadilan, baik perbuatan kepengurusan maupun perbuatan kepemilikan; kecuali untuk:
  1. perbuatan meminjamkan atau meminjam uang (tidak termasuk dalam hal penarikan warkat bank sebagai realisasi kredit yang telah disepakati);
  2. membebani barang-barang harta kekayaan persekutuan untuk jaminan utang;
  3. mengalihkan atau menjual barang-barang tidak bergerak milik persekutuan; dan
  4. ikut serta dalam perusahaan lain”.

Pembebanan pengurusan persekutuan perdata dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu:[33]
1.      Diatur sekaligus bersama-sama akta pendirian persekutuan perdata. Sekutu pengurus persekutuan perdata semacam ini disebut sekutu statuter (gerant statutaire)
2.      Diatur dengan akta tersendiri sesudah persekutuan-persekutuan perdata berdiri. Sekutu pengurus semacam ini dinamakan sekutu mandater (gerant mandataire).
Selama berjalannya persekutuan perdata, seorang sekutu statuter tidak dapat diberhentikan, kecuali atas dasar alasan-alasan berdasar hukum. Sekutu mandater kedudukannya sama dengan seorang pemegang kuasa, yang kuasanya dapat dicabut sewaktu-waktu. Dia sendiri juga dapat meminta kekuasaannya dicabut.[34]
Pengurus pada persekutuan perdata biasanya sekutu sendiri (pengurus sekutu). Namun demikian, para sekutu dapat pula menetapkan, bahwa orang luar yang dianggap cakap diangkat sebagai pengurus persekutuan perdata. Hal ini dapat ditetapkan dalam akta pendirian atau dalam perjanjian khusus.[35]

H.    Pembagian Keuntungan dan Kerugian
Pasal 1633 ayat (1) KUHPerdata menyebutkan bahwa sebaiknya cara pembagian keuntungan dan kerugian oleh sekutu diatur dalam perjanjian pendirian persekutuan, dengan ketentuan tidak boleh memberikan seluruh keuntungan hanya kepada salah seorang sekutu saja. Pasal 1633  ayat (2) memperbolehkan para sekutu untuk memperjanjikan jika seluruh kerugian hanya ditanggung oleh salah seorang sekutu saja.
Apabila tidak ada perjanjian yang mengatur cara pembagian keuntungan tersebut, maka berlaku ketentuan Pasal 1633 ayat (1) KUHPerdata yang menentukan bahwa pembagian tersebut harus dilakukan berdasarkan asas keseimbangan, dengan ketentuan bahwa pemasukan berupa tenaga kerja hanya dipersamakan dengan pemasukan uang atau benda yang terkecil.

I.       Tanggung Jawab Sekutu
Tanggung jawab (aansprakelijkheid atau liability) berarti kewajiban untuk mengganti kerugian apabila perikatan yang sudah dijanjikan tidak ditunaikan, sehingga jika perikatan itu benar-benar tidak dilaksanakan, maka orang (sekutu) itu  bertanggungjawab dapat atau digugat untuk memenuhi prestasinya.[36]
Berdasar Pasal 1642 sampai dengan Pasal 1645 KUHPerdata, tanggung jawab sekutu dalam persekutuan dapat diuraikan sebagai berikut:[37]
1.      Bila seorang sekutu mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga, maka sekutu yang bersangkutan sajalah yang bertanggungjawab atas perbuatan-perbuatan hukum yang dilakukan dengan pihak ketiga itu, walaupun ia mengatakan bahwa dia berbuat untuk kepentingan persekutuan;
2.      Perbuatan tersebut baru mengikat sekutu-sekutu yang lain apabila:
a.       nyata-nyata ada surat kuasa dari sekutu yang lain;
b.      hasil perbuatannya atau keuntungannya itu telah nyata-nyata dinikmati oleh persekutuan.
3.      Apabila beberapa orang sekutu persekutuan perdata mengadakan hubungan dengan pihak ketiga, maka para sekutu itu dapat dipertanggungjawabkan sama rata, meskipun pemasukan mereka masing-masing tidak sama, kecuali apabila dalam perjanjian yang dibuatnya dengan pihak ketiga itu dengan tegas ditetapkan imbangan tanggung jawab masing-masing sekutu menurut perjanjian itu.
4.      Apabila seorang sekutu persekutuan perdata mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga atas nama persekutuan, maka persekutuan dapat langsung menggugat pihak ketiga itu.

J.      Pembubaran dan Pemberesan
Berkaitan dengan berakhirnya  persekutuan perdata, Pasal 1246 KUHPerdata menggunakan istilah maatschap eindight (persekutuan berakhir). Menurut H.M.N. Purwosutjipto, istilah tersebut kurang tepat, karena sesudah “berakhir” tersebut masih ada perbuatan lagi yaitu “pemberesan” (likuidasi). Kata “berakhir” tersebut bermakna bahwa setelah itu tidak ada lagi perbuatan hukum lain. Padahal, sebelum persekutuan benar-benar berakhir masih ada perbuatan hukum yang lain yakni pemberesan.  Oleh karena itu, kata eindight disepadankan dengan “bubar”. [38]
Pasal 1646 KUHPerdata menentukan bahwa suatu persekutuan perdata akan berakhir disebabkan oleh:
1.      lampaunya waktu yang diperjanjikan;
2.      hancurnya benda yang menjadi objek persekutuan;
3.      selesainya perbuatan pokok persekutuan;
4.      pengakhiran oleh beberapa atau salah seorang sekutu;
5.      kematian salah satu sekutu atau adanya pengampuan atau kepailitan terhadap salah seorang sekutu.

Ad. 1. Lampaunya Waktu yang Diperjanjikan
Bubarnya persekutuan perdata yang diadakan untuk waktu tertentu sesuai dengan waktu yang diperjanjikan. Jika diperjanjikan waktu persekutuan perdata diadakan untuk jangka 2 (dua) tahun terhitung sejak 12 Februari 2009, persekutuan perdata bubar  demi hukum pada 12 Februari 2011.
Pasal 1647 KUHPerdata menentukan bahwa persekutuan perdata yang dibuat untuk waktu tertentu, sebelum waktu itu lewat tidak dapat dituntut oleh salah seorang sekutu berakhirnya, kecuali dengan alasan yang sah. Persekutuan tersebut dapat diakhiri jika seorang sekutu tidak memenuhi kewajibannya atau jika salah seorang sekutu sakit secara terus menerus menjadi tidak cakap melakukan pekerjaannya untuk persekutuan. Persekutuan dapat juga dimintakan berakhirnya dengan alasan semacam itu yang sah maupun pentingnya diserahkan kepada hakim.

Ad.  2. Musnahnya Barang yang Menjadi Pokok Persekutuan
Misalnya suatu persekutuan yang didirikan oleh para sekutu ditujukan melakukan kegiatan bisnis di bidang pengangkutan, kemudian salah seorang sekutu berjanji memasukkan sebuah truk ke dalam persekutuan sebagai inbreng. Truk ini adalah menjadi pokok persekutuan.

Pasal 1648 KUHPerdata menentukan bahwa jika salah seorang sekutu berjanji untuk memasukkan barang miliknya ke dalam persekutuan, kemudian barang itu musnah sebelum pemasukan terlaksana, maka persekutuan menjadi bubar terhadap semua sekutu lainnya. Begitu pula bagi persekutuan dalam segala hal bubar jika barangnya musnah, apabila hanya kenikmatan atas itu saja yang dimasukkan ke dalam persekutuan, sedangkan hak miliknya tetap berada pada sekutu. Namun demikian, persekutuan tidak menjadi bubar karena musnahnya barang yang menjadi miliknya setelah barang tersebut dimasukkan ke dalam persekutuan.

Ad. 3. Selesainya Perbuatan yang Menjadi Pokok Persekutuan
Misalnya persekutuan perdata dibentuk oleh beberapa orang khusus untuk mengerjakan suatu perbuatan tertentu, misalnya mengorganisasikan suatu konser musik yang dilaksanakan pada 10 Februari 2011. Pelaksanaan konser musik pada 10 Februari 2011 tersebut menjadi pokok persekutuan. Apabila konser tersebut sudah terlaksana, maka persekutuan perdata tersebut demi hukum bubar.
Di dalam praktik seringkali beberapa perseroan terbatas mengadakan konsorsium untuk mengerjakan suatu proyek konstruksi yang terbatas proyek tu saja. Jika proyek tersebut sudah selesai, maka demi hukum konsorsium tersebut demi hukum bubar.
Ad. 4. Pengakhiran oleh Beberapa atau Salah Seorang Sekutu
Menurut Pasal 1649 KUHPerdata, persekutuan perdata yang diadakan untuk waktu tidak  tertentu dapat dibubarkan atas kehendak beberapa atau seorang sekutu. Pembubaran yang demikian terjadi dengan pemberitahuan penghentian kepada semua sekutu lainnya. Pemberitahuan tersebut harus disampaikan dengan iktikad baik dan tidak dilakukan secara tidak memberitahukan.
Pemberitahuan penghentian tersebut menurut Pasal 1650 dianggap telah dilakukan tidak dengan iktikad baik apabila seorang sekutu menghentikan persekutuannya dengan  maksud untuk mengambil keuntungan bagi diri sendiri, sedangkan para sekutu telah merencanakan akan bersama-sama menikmati keuntungan tersebut. Pemberitahuan penghentian dilakukan dengan secara tidak memberikan waktu, apabila barang-barang persekutuan tidak lagi terdapat dalam keseluruhannya, sedangkan kepentingan persekutuan menuntut supaya pembubarannya dimundurkan.



Ad. 5. Kematian Salah Satu Sekutu atau Adanya Pengampuan atau Kepailitan terhadap Salah Seorang Sekutu
Suatu persekutuan perdata menjadi bubar jika salah seorang sekutu meninggal dunia. Persekutuan perdata juga bubar apabila salah seorang sekutu dengan penetapan pengadilan dinyatakan berada di bawah pengampuan. Demikian pula apabila salah seorang sekutu dinyatakan pailit oleh pengadilan niaga, persekutuan perdata bubar,
Kematian salah seorang sekutu dapat tidak berakibat pada bubar persekutuan perdata, jika diperjanjikan bahwa dengan meninggalnya salah seorang sekutu mengakibatkan persekutuan bubar, persekutuan dilanjutkan oleh ahli warisnya atau oleh sekutu yang ada. Demikian ketentuan Pasal 1651 ayat (1) KUHPerdata.
Kemudian Pasal 1651 ayat (2) KUHPerdata menentukan bahwa dalam hal ahli waris tidak memiliki tidak memiliki hak lebih daripada atas pembagian persekutuan menurut keadaannya ketika meninggalnya sekutu, tetapi ia mendapat bagian dari keuntungan serta turut memikul kerugian yang merupakan akibat-akibat mutlak dari perbuatan-perbuatan yang terjadi sebelum sekutu meninggal dunia.
Apabila persekutuan perdata sudah bubar, langkah berikutnya adalah tindakan pemberesan atau likuidasi. Orang yang melakukan likuidasi atau pemberesan disebut likuidator. Siapa yang menjadi likuidator persekutuan perdata tersebut biasanya ditunjuk oleh anggaran dasar. Jika anggaran dasar tidak menentukan likuidator tersebut, likuidator ditunjuk melalui rapat sekutu yang terakhir. Jika rapat terakhir ini tidak ada, pengurus terakhir yang melakukannya.
Tugas-tugas yang harus dilakukan likuidator atau tim likuidator antara lain meliputi:[39]
1.        menginventarisasi kekayaan persekutuan perdata yang bersangkutan;
2.        menagih semua piutang persekutuan perdata dari para debitornya;
3.        melaksanakan hak reklame terhadap barang-barang yang masih ada di tangan pembeli, menuntut pengembalian barang-barang yang ada di tempat pihak ketiga;
4.        membayar semua tagihan kreditor persekutuan, termasuk tagihan likuidator;
5.        membagi sisa keuntungan kepada para sekutu yang masih berhak;
6.        likuidator dapat mewakili persekutuan di muka dan di luar pengadilan; dan
7.        likuidator memberikan laporan lengkap kepada pengurus yang memberi tugas.
Setelah proses likuidasi tersebut selesai dan sudah tidak ada lagi persoalan persekutuan perdata yang bersangkutan, maka persekutuan perdata itu berakhir. [40]



[10] Rudhi Prasetya, Kedudukan Mandiri Perseroan Terbatas (Bandung: Citra Aditya Bakti,  1995), hlm. 46.
[11] Ibid. Di Belanda dewasa ini pengaturan hukum perdata dan hukum dagang yang dulunya diatur terpisah dalam Burgerlijk Wet Boek  (BW) dan Wet Boek van Koophandel (WvK) disatukan dalam BW yang disebut sebagai BW.
[12] Ibid., hlm 47.
[13] Imran Ahsan Khan  Nyazee, Islamic law of Business Organization, Partnership, (Kuala Lumpur, The Other Press, 1997), hlm 13.
[14] David Kelly, et.al, Business Law, (London, Cavendish Publishing Limited, 2002), hlm 305.
[15] Angela Schneeman, op.cit., hlm. 17 – 18
[16] Shaik Mohd. Noor Alam S.M. Hussain, Undang-Undang Komersil Malaysia (Kuala Lumpur: Dewan Bahasa dan Pustaka, 2000), hlm 248. Lihat juga Lee Mei Pheng, General Principles of Malaysian Law (Selangor Darul Ehasan: Fajar Bakti Sdn. Bhd, 2002), HLM 382.
[17] David Kelly, et.al, op.cit., hlm 307.
[18] Ibid, lihat juga Angela Schneeman, loc.cit.
[19] Shaik Mohd. Noor Alam S.M. Hussain, op.cit., hlm 249.
[20] J. Satrio, Hukum Pribadi, Bagian I Persoon Alamiah, (Bandung, Citra Aditya Bakti, 1999), hlm 13.
[21] Robert W. Hamilton, The Law of Corporation, (St. Paul, Minn West Publishing Co, 1996), hlm 1.
[22] Prinsip continuity of existence merupakan prinsip di mana perusahaan akan tetap eksis walaupun terjadi pergantian pemilik saham. Jadi, jika pemilik saham perusahaan meninggal atau berhenti dari perusahaan dengan cara mengalihkan saham-sahamnya, perusahaan akan tetap eksis dan tidak bubar. Prinsip ini merupakan salah prinsip yang membedakan bentuk korporasi dengan bentuk badan usaha lainnya. Di dalam persekutuan perdata, termasuk firma, semestinya dengan meninggalnya salah seorang, persekutuan harus bubar.
[23] Erik P.M. Vermuelen, The Evolution of Legal Business Forms in Europe and the United States: Venture Capital, Joint Venture, and Partnership Structures (Deventer, Kluwer Law International, 2002),  hlm 189.
[24] Perhatikan David Kelly, et.al, op.cit., hlm 343 – 345.
[25] M. Natzir Said, Hukum Perusahaan di Indonesia, Jilid I (Perorangan) (Bandung: Alumni, 1987, hlm 58.
[26] H.M.N. Purwosutjipto, op. cit., Jilid 2, hlm 18.
[27] M. Natzir Said, loc.cit.
[28] Angel Schneeman, loc.cit. Lihat juga David Kelly, et.al, op.cit, hlm 290.
[29] Rudhi Prasteya, Matschap, Firma, dan Persekutuan Komanditer (Bandung: Citra Aditya Bakti, 3002), hlm 4 -5.
[30] Ibid.
[31] Ibid, hlm 20
[32] Ibid.
[33] H.M.N. Purwosutjipto, op.cit., … Jilid 2, hlm 24.
[34] Ibid., hlm 25.
[35] Ibid.
[36] Ibid., hlm 30.
[37] Ibid., hlm 32.
[38] Ibid, hlm 36.
[39] Ibid, 42.
[40] Ibid.

No comments:

Post a Comment