Wednesday 1 October 2014

PENDAPAT MADZHAB 4 (EMPAT) TENTANG WANITA HAMIL ZINA

PENDAPAT MADZHAB 4 (EMPAT) TENTANG WANITA HAMIL ZINA

Berikut pandangan mayoritas ulama dari keempat madzhab yaitu Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.

Pendapat Pertama: Madzhab Maliki dan Hanbali berpendapat bahwa tidak boleh menikahi wanita hamil zina baik oleh lelaki yang menzinahinya atau oleh pria yang lain kecuali setelah melahirkan anak zina tersebut. 

Alasannya adalah hadits sahih riwayat Abu Daud dan Hakim yang menyatakan: لا توطأ حامل حتى تضع (Artinya: Wanita hamil zina tidak boleh di-jimak (dinikah) sampai melahirkan). Dan juga karena hadits riwayat Ibnul Musayyib yang berbunyi:

أن رجلاً تزوج امرأة، فلما أصابها وجدها حبلى، فرفع ذلك إلى النبي صلى الله عليه وسلم، ففرق بينهما
Artinya: Seorang laki-laki menikahi seorang perempuan. Ternyata dia hamil. Saat dilaporkan kejadian itu pada Nabi, beliau memisah keduanya.

Pendapat Kedua: Madzhab Syafi'i dan Hanafi berpendapat bahwa boleh menikahi wanita zina yang hamil karena tidak ada keharaman/kehormatan pada hubungan perzinahan dengan argumen tidak adanya hubungan nasab (kekerabatan) karena sabda Nabi riwayat Bukhari Muslim: الولد للفراش وللعاهر الحجر 

Namun apabila wanita hamil zina itu menikah dengan lelaki lain (bukan yang menzinahinya), maka boleh menikah tapi tidak boleh berhubungan intim sampai melahirkan anak hasil zina tersebut. Berdasarkan pada hadits hasan riwayat Tirmidzi:
من كان يؤمن بالله واليوم الآخر فلا يسق ماءه زرع غيره 
Artinya: Barangsiapa yang beriman pada Allah dan Hari Akhir maka hendaknya tidak menyiramkan airnya pada tanaman orang lain. 

Apalagi wanita hamil itu menikah dengan pria yang menghamili, maka pria itu boleh berhubungan intim dengannya saat masih hamil. Demikian pendapat madzhab Hanafi dan Syafi'i.

Perlu dicatat, bahwa kebolehan menikahi wanita hamil menurut pendapat kedua tersebut apabila wanita tersebut bertaubat. Apabila tidak, maka tidak boleh berdasarkan pada QS An-Nur :3

الزَّانِي لا يَنْكِحُ إِلَّا زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنْكِحُهَا إِلَّا زَانٍ أَوْ مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ
Artinya: Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin. 

Walaupun menurut pendapat kedua boleh menikahi wanita hamil, tapi status anak tetap bukan anaknya. Apabila mengikuti pendapat ini, maka wali nikah anak zina adalah wali hakim.

Pendapat ini berbeda dengan pandangan KHI (Kompilasi Hukum Islam) yang menganggap pernikahannya sah dan anaknya juga sah dan karena itu bapaknya berhak menjadi wali nikah.

Menurut Kompilasi Hukum Islam (KHI) yang mengutip pendapat dari berbagai madzhab fiqih, asalkan pasangan zina tadi menikah sebelum anak lahir, maka anak ayahnya sah menjadi ayah syar'i dan bisa menjadi wali nikah.

Ulasan mendetail soal ini lihat:

Status Anak dari Perkawinan Hamil Zina
Pernikahan Wanita Hamil Zina dan Status Anak
Hukum Menikah dengan Wanita Tidak Perawan (Pernah Berzina)

http://www.alkhoirot.net/

No comments:

Post a Comment